I. PENDAHULUAN 
Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan moder.
Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir  tenggara Pulau Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke  berbagai tempat di Nusantara dari wilayah ini, berkat penggunaannya oleh  Kerajaan Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu  atau sebutan bagi wilayahnya sebagai Malaya sendiri berasal dari  Kerajaan Malayu yang bertempat di Batang Hari, Jambi, dimana diketahui  bahasa Melayu yang digunakan di Jambi menggunakan dialek "o" sedangkan  dikemudian hari bahasa dan dialek Melayu berkembang secara luas dan  menjadi beragam. Bahasa Indonesia mempunyai sejarah jauh lebih panjang daripada Republik  ini sendiri. Bahasa Indonesia telah dinyatakan sebagai bahasa nasional  sejak tahun 1928, jauh sebelum Indonesia merdeka. Saat itu bahasa  Indonesia dinyatakan sebagai bahasa persatuan dan menggunakan bahasa  Indonesia sebagai perekat bangsa. Saat itu bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan antaretnis (lingua franca)  yang mampu merekatkan suku-suku di Indonesia. Dalam perdagangan dan  penyebaran agama pun bahasa Indonesia mempunyai posisi yang penting.
II. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.semangat menggunakan bahasa indonesia lewat sumpah pemuda.
2.bahasa Indonesia di berbagai bidang ilmu.
III. PEMBAHASAN
Deklarasi Sumpah Pemuda
Deklarasi sumpah pemuda membuat semangat menggunakan bahasa  Indonesia semakin menggelora. Bahasa Indonesia dianjurkan untuk dipakai  sebagai bahasa dalam pergaulan, juga bahasa sastra dan media cetak.  Semangat nasionalisme yang tinggi membuat perkembangan bahasa Indonesia  sangat pesat karena semua orang ingin menunjukkan jati dirinya sebagai  bangsa.
 Penggunaan bahasa Indonesia di berbagai bidang ilmu.
Pada pertengahan 1800-an, Alfred Russel Wallace menuliskan di bukunya Malay Archipelago  bahwa, “Penghuni Malaka telah memiliki suatu bahasa tersendiri yang  bersumber dari cara berbicara yang paling elegan dari negara-negara  lain, sehingga bahasa orang Melayu adalah yang paling indah, tepat, dan  dipuji di seluruh dunia Timur. Bahasa mereka adalah bahasa yang  digunakan di seluruh Hindia Belanda.”
Jan Huyghen van Linschoten di dalam bukunya Itinerario  menuliskan bahwa, “Malaka adalah tempat berkumpulnya nelayan dari  berbagai negara. Mereka lalu membuat sebuah kota dan mengembangkan  bahasa mereka sendiri, dengan mengambil kata-kata yang terbaik dari  segala bahasa di sekitar mereka. Kota Malaka, karena posisinya yang  menguntungkan, menjadi bandar yang utama di kawasan Tenggara Asia,  bahasanya yang disebut dengan Melayu menjadi bahasa yang paling sopan  dan paling pas di antara bahasa-bahasa di Timur Jauh.”
Bahasa Indonesia modern dapat dilacak sejarahnya dari literatur  Melayu Kuno. Pada awal abad ke-20, bahasa Melayu pecah menjadi dua. Di  tahun 1901, Indonesia di bawah Belanda mengadopsi ejaan Van Ophuijsen,  sedangkan pada tahun 1904 Malaysia di bawah Inggris mengadopsi ejaan  Wilkinson.
Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada  saat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai  bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus,  sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua  di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa, “Jika mengacu pada masa depan  bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua  bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa  dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun  akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.”
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak  dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti: Marah Rusli, Abdul  Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam  Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan  menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa  Indonesia.
Pada tahun 1930-an muncul polemik apakah bisa bahasa Indonesia yang  hanya dipakai sebagai bahasa pergaulan dapat menjadi bahasa di berbagai  bidang ilmu. Akhirnya pada tahun 1938 berlangsung Kongres Bahasa Indonesia  yang pertama di Solo. Dalam pertemuan tersebut, semangat anti Belanda  sangat kental sehingga melahirkan berbagai istilah ilmu pengetahuan  dalam bahasa Indonesia. Istilah belah ketupat, jajaran genjang,  merupakan istilah dalam bidang geometri yang lahir dari pertemuan  tersebut.
Ketika penjajah Jepang mulai masuk ke Indonesia, mereka semakin mendorong penggunaan bahasa Indonesia. Pada tahun 1953, Poerwodarminta mengeluarkan Kamus Bahasa Indonesia  yang pertama. Di situ tercatat jumlah lema (kata) dalam bahasa  Indonesia mencapai 23.000. Pada tahun 1976, Pusat Bahasa menerbitkan  Kamus Bahasa Indonesia, dan terdapat 1.000 kata baru. Artinya, dalam  waktu 23 tahun hanya terdapat 1.000 penambahan kata baru. Tetapi pada  tahun 1988, terjadi loncatan yang luar bisa. Dari 24.000 kata, telah  berkembang menjadi 62.000. Selain itu, setelah bekerja sama dengan Dewan  Bahasa dan Pustaka Brunei, berhasil dibuat 340.000 istilah di berbagai  bidang ilmu. Malahan sampai hari ini, Pusat Bahasa berhasil menambah  250.000 kata baru. Dengan demikian, sudah ada 590.000 kata di berbagai  bidang ilmu. Sementara kata umum telah berjumlah 78.000.
III. KESIMPULAN
Sebagai bangsa, kita sudah sepakat memilih bahasa Indonesia sebagai  bahasa pemersatu. Sejak dicetuskan pada 2 Mei 1926 dalam Kongres Pemuda  I, dan kemudian “disumpahkan” pada 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia  kemudian jatuh-bangun menjadi bahasa komunikasi di seantero nusantara.  Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi, juga bahasa pergaulan  sehari-hari. Di Jakarta orang berbahasa Indonesia, di Ternate pejabat  berpidato dengan bahasa Indonesia. Tua-muda pun berbahasa Indonesia.
Oleh negara, bahasa Indonesia ini kemudian dikawal sedemikian rupa  supaya semakin merata dan memenuhi kaidah berbahasa. Ada proses  pembakuan yang sistematis digulirkan. Hasilnya berupa Kamus Besar Bahasa  Indonesia, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), Tesaurus Bahasa Indonesia,  dan rujukan-rujukan berbahasa Indonesia lainnya, baik keluaran instansi  pemerintah seperti Pusat Bahasa, maupun besutan linguis partikelir.
Sumber : Suara Pembaruan Daily
              http://ksupointer.com/sejarah-bahasa-indonesia 
Jangan berhenti untuk terus berkarya, semoga kesuksesan senantiasa menyertai kita semua.
BalasHapuskeep update!Harga Honda Beat 2014